Asal Usul Motorola berawal pada tahun 1928, ketika Paul
Galvin memulai usaha kecil yang membuat produk-produk elektronik dan
komponennya.
Perusahaan tersebut tumbuh dengan pesat pada tahun 1940-an ketika untuk pertama kalinya mulai membuat radio mobil dan kemudian televisi.
Pada tahun 1947, Galvin menamai ulang perusahaannya Motorola sesuai dengan nama mereka yang digunakan oleh radio mobilnya.
Dengan berlalunya waktu, dan di bawah kepemimpinan Robert Galvin, anak dari pendiri perusahaan, Motorola memperluas usahanya pada berbagai ragam bidang produk dan pada tahun 1980 telah menjadi salah satu perusahaan elektronik terbesar dan paling berhasil di dunia.
Pada awal tahun 1990, dengan sebuah tim kepemimpinan yang baru di puncaknya Motorola merupakan pemimpin dalam pasar semikonduktor, komunikasi data, dan teknologi telepon seluler.
Perusahan tersebut juga dikenal karena kualitasnya, dengan memenangkan Malcolm Baldrige U.S. National Quality Award yang pertama pada tahun 1988.
namun pada pertengahan tahun 1990, Motorola mengalami penurunan yang tampaknya sulit untuk diubah.
Serangkaian kesalahan manajerial, rencana yang kurang matang, dan nasib buruk telah membuat perusahan mengalami kerugian besar – perusahaan kehilangan keunggulannya di pasar, kehilangan kontak dengan konsumennya, dan mendapat masalah sebagai akibat produk dan kualitas pelayanannya yang buruk.
Untuk satu hal, Motorola jauh ketinggalan dalam teknologi telepon digital dan terpaksa melepaskan kedudukannya sebagai pemimpin pasar kepada Grup Nokia dari Finlandia.
Pasar semikonduktor juga bergeser, menyebabkan bisnis semikonduktor Motorola berada di posisi yang lemah dalam teknologi baru dan area-area pertumbuhan baru yang potensial.
Lebih lanjut, karena sekitar 24 persen bisnis perusahaan tersbeut berada di Asia, krisis moneter yang melanda benua tersebut juga menghantam Motorola dengan keras.
Ditambah lagi, sistem satelit komunikasi iridium senilai $6 miliar yang diciptakan, didanai, dan dibantu pembangunannya oleh perusahaan, tidak berhasil menepati tanggal peluncurannya, gagal menarik pelanggan, dan pada akhirnya harus dinyatakan bangkrut.
Pada tahun 1977, akhirnya dewan Motorola merasa mereka telah mengalami cukup banyak masaah.
Mereka memecat CEO perusahaan dan menempatkan Christopher Galvin, cucu dari pendiri perusahaan, pada posisi puncak.
Sementara itu, Galvin tahu bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang sangat bruruk, tetapi ia sendiri tidak merasa yakin dari mana ia harus memulai untuk membangun kembali perusahaan.
Pada akhir tahun 1997 dan awal tahun 1998, perusahaan benar-benar telah mencapai titik dasar dan para analis menghapus nama perusahaan dari pasar bursa dan orang mulai bertanya-tanya apakah Galvin memiliki keterampilan manajerial yang sama dengan ayah dan kakeknya.
Namun, pada saat itu Galvin telah mengetahui apa yang harus dilakukan dan menyiapkan dirinya sendiri dan manajer-manajer puncak lainnya utnuk menerima kenyataan pahit yang mereka hadapi.
Dalam periode beberapa bulan, Galvin memfokuskan ulang bisnis perusahaan pada kekuatan intinya, menjual sejumlah operasi yang tidak berkinerja baik dan operasi sampingan.
Dia juga memperbarui komitmen Motorola pada inovasi dan pengembangan produk baru dan membuat pemasaran menjadi prioritas utama melebihi sebelumnya sepanjang sejarah perusahaan.
Sebagai bagian dari perubahan ini, Galvin juga mengubah pengorganisasian perusahaan, menghilangkan perseteruan di dalam manajemen dan dominasi kelompok yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Galvin juga berperan sebagai sumber inspirasi, memotori karyawan di balik usaha revitalisasi perusahaan, dan memberi semangat kepada mereka untuk mengembangkan ide-ide baru yang berani serta untuk berpikir dengan cara-cara yang tidak konvensional.
Akan tetapi, ia juga terpaksa membuat suatu keputusan berat ketika pada suatu saat ia harus memberhentikan 15.000 orang karyawan.
Dan hasilnya?
Motorola telah bangkit dan sekali lagi menjadi yang terdepan dalam industrinya.
Sebagai contoh, kualitas sekali lagi menjadi kata kunci di Motorola, para analis mempromosikan saham-saham Motorola dan produk-produk perusahaan menjadi pemimpin pasar lagi.
Akan tetapi Galvin belum selesai.
Ia sendiri berkata,
“Ini semua merupakan suatu perjalanan, bukan tujuan”.
Dia merencanakan terus memperbarui dan mengembangkan perusahan untuk membuatnya semakin efektif.
Dia memiliki visi besar mengenai masa depan, visi yang diisi dengan produk-produk, teknologi dan pelayanan baru yang menakjubkan.
Dan Galvin melihat nama “Motorola’ menghasi lanskap teknologi masa depan.
Namun Di Indonesia , dan mungkin Di NEgara LAin,,
Pasar Elektronik khususnya Hape,,
Motorola Masih menjadi sebuah Merek yang diperhitungkan dalam masalah Fitur dan Gaya,,
Pertanyaan Motorola akan segera bangkrut muncul setelah perusahaan ini
menyampaikan berita buruk dalam jumpa pers kuartalannya menyangkut bisnis
handset yang terpuruk. Bisnis Motorola terus menurun selama dua tahun terakhir,
dan sepertinya tidak akan bisa bangkit lagi hingga awal 2010 mendatang.Perusahaan tersebut tumbuh dengan pesat pada tahun 1940-an ketika untuk pertama kalinya mulai membuat radio mobil dan kemudian televisi.
Pada tahun 1947, Galvin menamai ulang perusahaannya Motorola sesuai dengan nama mereka yang digunakan oleh radio mobilnya.
Dengan berlalunya waktu, dan di bawah kepemimpinan Robert Galvin, anak dari pendiri perusahaan, Motorola memperluas usahanya pada berbagai ragam bidang produk dan pada tahun 1980 telah menjadi salah satu perusahaan elektronik terbesar dan paling berhasil di dunia.
Pada awal tahun 1990, dengan sebuah tim kepemimpinan yang baru di puncaknya Motorola merupakan pemimpin dalam pasar semikonduktor, komunikasi data, dan teknologi telepon seluler.
Perusahan tersebut juga dikenal karena kualitasnya, dengan memenangkan Malcolm Baldrige U.S. National Quality Award yang pertama pada tahun 1988.
namun pada pertengahan tahun 1990, Motorola mengalami penurunan yang tampaknya sulit untuk diubah.
Serangkaian kesalahan manajerial, rencana yang kurang matang, dan nasib buruk telah membuat perusahan mengalami kerugian besar – perusahaan kehilangan keunggulannya di pasar, kehilangan kontak dengan konsumennya, dan mendapat masalah sebagai akibat produk dan kualitas pelayanannya yang buruk.
Untuk satu hal, Motorola jauh ketinggalan dalam teknologi telepon digital dan terpaksa melepaskan kedudukannya sebagai pemimpin pasar kepada Grup Nokia dari Finlandia.
Pasar semikonduktor juga bergeser, menyebabkan bisnis semikonduktor Motorola berada di posisi yang lemah dalam teknologi baru dan area-area pertumbuhan baru yang potensial.
Lebih lanjut, karena sekitar 24 persen bisnis perusahaan tersbeut berada di Asia, krisis moneter yang melanda benua tersebut juga menghantam Motorola dengan keras.
Ditambah lagi, sistem satelit komunikasi iridium senilai $6 miliar yang diciptakan, didanai, dan dibantu pembangunannya oleh perusahaan, tidak berhasil menepati tanggal peluncurannya, gagal menarik pelanggan, dan pada akhirnya harus dinyatakan bangkrut.
Pada tahun 1977, akhirnya dewan Motorola merasa mereka telah mengalami cukup banyak masaah.
Mereka memecat CEO perusahaan dan menempatkan Christopher Galvin, cucu dari pendiri perusahaan, pada posisi puncak.
Sementara itu, Galvin tahu bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang sangat bruruk, tetapi ia sendiri tidak merasa yakin dari mana ia harus memulai untuk membangun kembali perusahaan.
Pada akhir tahun 1997 dan awal tahun 1998, perusahaan benar-benar telah mencapai titik dasar dan para analis menghapus nama perusahaan dari pasar bursa dan orang mulai bertanya-tanya apakah Galvin memiliki keterampilan manajerial yang sama dengan ayah dan kakeknya.
Namun, pada saat itu Galvin telah mengetahui apa yang harus dilakukan dan menyiapkan dirinya sendiri dan manajer-manajer puncak lainnya utnuk menerima kenyataan pahit yang mereka hadapi.
Dalam periode beberapa bulan, Galvin memfokuskan ulang bisnis perusahaan pada kekuatan intinya, menjual sejumlah operasi yang tidak berkinerja baik dan operasi sampingan.
Dia juga memperbarui komitmen Motorola pada inovasi dan pengembangan produk baru dan membuat pemasaran menjadi prioritas utama melebihi sebelumnya sepanjang sejarah perusahaan.
Sebagai bagian dari perubahan ini, Galvin juga mengubah pengorganisasian perusahaan, menghilangkan perseteruan di dalam manajemen dan dominasi kelompok yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Galvin juga berperan sebagai sumber inspirasi, memotori karyawan di balik usaha revitalisasi perusahaan, dan memberi semangat kepada mereka untuk mengembangkan ide-ide baru yang berani serta untuk berpikir dengan cara-cara yang tidak konvensional.
Akan tetapi, ia juga terpaksa membuat suatu keputusan berat ketika pada suatu saat ia harus memberhentikan 15.000 orang karyawan.
Dan hasilnya?
Motorola telah bangkit dan sekali lagi menjadi yang terdepan dalam industrinya.
Sebagai contoh, kualitas sekali lagi menjadi kata kunci di Motorola, para analis mempromosikan saham-saham Motorola dan produk-produk perusahaan menjadi pemimpin pasar lagi.
Akan tetapi Galvin belum selesai.
Ia sendiri berkata,
“Ini semua merupakan suatu perjalanan, bukan tujuan”.
Dia merencanakan terus memperbarui dan mengembangkan perusahan untuk membuatnya semakin efektif.
Dia memiliki visi besar mengenai masa depan, visi yang diisi dengan produk-produk, teknologi dan pelayanan baru yang menakjubkan.
Dan Galvin melihat nama “Motorola’ menghasi lanskap teknologi masa depan.
Namun Di Indonesia , dan mungkin Di NEgara LAin,,
Pasar Elektronik khususnya Hape,,
Motorola Masih menjadi sebuah Merek yang diperhitungkan dalam masalah Fitur dan Gaya,,
Masalah sangat berat dihadapi Motorola yang dilaporkan mendapat kerugian besar pada kuartal ketiga sekarang. Salah satu penyebabnya adalah tertundanya rencana pemisahan divisi handset serta belum berjalannya restrukturisasi jajaran bisnis yang diharapkan mampu menghasilkan produk sesuai selera konsumen.
Akibat ekonomi yang lumpuh karena resesi, serta langkah agresif Apple dan Research In Motion yang terus meluncurkan produk baru, membuat usaha Motorola untuk bertahan akan menjadi sangat berat. Namun berdasarkan pengalaman, pemulihan bisa saja terjadi. Banyak perusahaan yang bisa bangkit dari kematian. Dan dengan bintang baru co-CEO Sanjay Jha, Motorola berharap dapat memasukkan namanya sebagai perusahaan yang utuh kembali setelah menjadi abu.
"Kita sedang melihat proses kebangkrutan. Yang jelas perusahaan ini terus membuat kesalahan menghadapi ketatnya persaingan. Namun itu memang tidak mudah untuk menjadikan segala sesuatunya berjalan dengan benar," kata Sam Wilson, analis senior JMP Securities, dikutip dari situs www.inilah.com
Motorola merupakan penemu ponsel 35 tahun lalu saat insinyurnya memamerkan panggilan telepon tanpa kabel pertama. Sepuluh tahun kemudian, perangkat ini diproduksi untuk dijual secara komersial dengan nama "Brick."
Masalah utama yang dihadapi Motorola saat ini adalah tidak pernah mempunyai produk yang berhasil menggebrak pasar sejak memperkenalkan Razr ultra tipis pada 2004. Lebih parah lagi, perusahaan ini telah salah mengartikan perubahan paradigma di pasar ponsel. Konsumen telah berpindah dari fitur tradisional semacam Razr, ke ponsel yang lebih menawan semacam smartphone iPhone.
Meskipun begitu, Motorola memang tidak mengabaikan smartphone. Perusahaan ini memperkenalkan ponsel yang bertenaga dengan dilengkapi Windows Mobile bernama Motorola Q. Namun pesaing baru semacam Apple dengan iPhone dan Research in Motion dengan BlackBerry, telah secara jelas mencuri arena pertunjukan Motorola dan mendapat perhatian lebih dari penonton di kategori smartphone.
"Pasar bergerak karena dua produk perusahaan itu. Hanya tertinggal sedikit pertumbuhan di ponsel standar. Dan jika berfikir tentang smartphone, maka yang terlintas adalah iPhone dan BlackBerry. Tidak akan memikirkan Motorola